Ciuman pertama selalu menjadi bahasan paling menarik di masa remaja dan bahkan masih terus disimpan dalam ingatan sampai sekarang. Entah mengapa ciuman selalu berkesan termasuk adegan ciuman dalam film drama romantis yang menjadi scene yang paling dinanti. Lalu ada apa sebenarnya di balik sebuah ciuman?
Pertemuan dua bibir itu menciptakan sesuatu yang ‘Magis’. Disebut magis, karena ciuman tanpa disadari dapat mengubah perasaan, pikiran, sampai tingkah laku seseorang. Diam-diam, ada magnet yang sangat kuat di sana, yang berasal dari hati. Memang tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata tentang hawa yang dibawa oleh ciuman, tapi ada sesuatu yang berbeda, yang menggelitik, membahagiakan, sekaligus membuat takut kehilangan momen itu. Itu adalah pengakuan dua orang wanita yang kemungkinan dapat mewakili sebagian besar wanita; tentang deskripsinya terkait ciuman.
Ciuman ibarat bahasa kasih yang maknanya lebih dalam dari sekadar ungkapan sayang secara verbal. Bahasa kasih bukan melulu soal seks. Kalau sudah hidup dalam pernikahan cukup lama, kita akan tahu bedanya. Aku merasakan kenyamanan dan kebahagiaan disayang, dicium, sehingga muncul rasa diinginkan pasangan, membuatku terasa begitu berharga dan dicintai. Candu, quality time yang tak bisa digantikan dengan yang lainnya,” ungkap seseorang lainnya.
Bicara soal bibir, perannya dalam hidup kita memang luar biasa. Bukan cuma mata, telinga, tangan, dan kaki yang inti dari sebuah tubuh. Bibir yang membuat kita “hidup”. Dia yang membuat kita sanggup mengungkapkan sesuatu, mengekspresikan perasaan secara verbal dan memaknai apa yang tak bisa disampaikan lewat kata dengan ciuman. Wajar kalau kemudian ciuman diibaratkan sebagai media komunikasi antar-hati; ciuman sebagai ekspresi rasa cinta; ciuman sebagai ukuran kenyamanan.
Mengapa bisa begitu? Lepasnya zat-zat kimia tertentu dalam tubuh saat momen romantis itu adalah kuncinya. Seorang profesor ahli Neuroscience dari Lafayette College, Wendy Hill, menjelaskan, secara ilmiah, saat berciuman kadar senyawa kimia oksitosin dan kortisol otomatis mengalami perubahan. Oksitosin yang berperan dalam keeratan hubungan akan meningkat, terutama pada laki-laki, sehingga mereka makin tertarik kepada pasangan. Sementara bagi perempuan, kortisol yang berkaitan dengan kadar stres, menurun. Itulah mengapa perempuan merasa lebih tenang dan nyaman saat berciuman dengan pasangannya, sementara laki-laki yang oksitosinnya meningkat cenderung mengalihkan ketertarikan dalam bentuk seks.
Bermacam penelitian memang mengungkapkan ciuman hanyalah pengantar menuju aktivitas seksual bagi laki-laki, sementara bagi perempuan sebagai wujud cinta atau ketertarikan. Bahkan, kemampuan laki-laki mencium dianggap sebagai penentu pasangan mau tidur dengannya atau tidak. Namun, bagaimana mengartikan kontak fisik itu, sebenarnya bergantung pada kesepakatan dengan pasangan, tujuan akhir apa yang ingin dicapai, kenikmatan di ranjang atau kenikmatan secara emosional.
Seorang psikolog mengatakan bahwa ada nafsu atau seks dalam cinta itu memang benar. Namun, fakta ini tidak berlaku sebaliknya, sebab nafsu atau seks hanya bersifat biologis, sementara cinta bersifat emosional. Begitulah, reaksi kimia yang terjadi dari pertemuan dua bibir itu membentuk perasaan saling membutuhkan, dan keterikatan emosional. Itu mengapa ciuman begitu berarti dalam sebuah hubungan, tak lain karena ada cinta di sana. Sesederhana itu.
Advertisement